Langsung ke konten utama

Pasujudan Sunan Bonang

Pendataan Situs Pasujudan Sunan Bonang di Ds. Bonang, Kec. Lasem, Kab. Rembang, Jawa Tengah

Kata ‘pasujudan’ berasal dari bahasa Jawa-Arab yaitu ‘sujud’ dengan mendapat awalan pa dan akhiran an. Kata sujud mengacu pada salah satu gerak dalam sholat di mana wajah dalam keadaan mencium tanah. Di dalam bahasa Jawa, kata sujud bisa berarti ibadah atau menyembah Tuhan secara umum. Penambahan awalan pa dan akhiran an mengubah kata kerja menjadi kata benda, menunjuk pada tempat. Pasujudan berarti tempat untuk sujud atau tempat untuk menyembah Allah.

Situs pasujudan Sunan Bonang ini ditemukan di atas sebuah bukit yang terletak di tepi pantai Binangun yang termasuk wilayah Desa Bonang, Kecamatan Lasem. Dengan demikian apabila seseorang berada di atas bukit ini, ia akan bisa melihat hamparan laut Jawa yang luas. Pada saat ini pasujudan Sunan Bonang ini berada di dalam sebuah cungkup yang berada di sebelah selatan. Di dalam cungkup ini ditemukan empat buah batu andesit berpermukaan datar. Batu yang terbesar dipercaya sebagai pasujudan Sunang Bonang, yaitu tempat Sunan Bonang melakukan ibadah. Ada cerita yang mengatakan bahwa batu ini merupakan alas untuk sholat Sunan Bonang ketika memancing di laut. Oleh karena rumahnya terletak di dekat pantai maka salah satu pekerjaan Suang Bonang adalah sebagai nelayan. Pernah suatu hari ketika beliau sedang memancing di laut tanpa terasa waktu shalat asar hampir habis. Jika ia pulang ke rumah, maka beliau tidak akan mendapatkan waktu sholat asar, sehingga ia memutuskan untuk sholat di bukit tersebut dengan menggunakan batu hitam sebagai alasnya. Pada batu ini terdapat bekas-bekas anggota badan seperti lutut, telapak tangan yang menunjukkan bekas orang shalat.

Pada sebuah batu lainnya terdapat semacam cap telapak kaki yang oleh penduduk setempat merupakan telapak kaki Sunan Bonang. Menurut kepercayaan penduduk Sunan Bonang melakukan tirakat dengan cara berdiri di atas kaki sebelah sebagaimana burung bangau, oleh karena itu kaki beliau membekas di sebuah batu yang dijadikan sebagai tempat berpijaknya. Kedua buah batu lainnya yang bentuknya lebih kecil dipercaya sebagai bantal Sunan Bonang. Menurut cerita keempat batu tersebut berada di lereng bukit, kemudian dinaikkan ke atas untuk kemudian dibuatkan sebuah cungkup. Namun demikian tidak diketahui secara pasti kapan cungkup tersebut dibangun.

Di sebelah utara cungkup pasujudan Sunan Bonang itu masih ada lagi sebuah cungkup yang berisi makam yang oleh penduduk setempat diyakini sebagai makam Putri Cempo (Champa). Cungkup ini memiliki segi arsitektur yang cukup indah. Empat di antara tiang penyangga cungkup tersebut terbuat dari tulang belakang ikan paus. Namun sayang sekali dengan pemugaran yang terjadi akhir-akhir ini umpak tersebut diganti sehingga keasliannya mulai hilang. Padahal itu merupakan benda yang sangat berharga sekali. Sementara itu jirat dan nisan makam ini juga sudah tidak asli lagi tetapi merupakan tambahan pada tahun 1918 ketika makam ini dipugar. Tokoh Putri Champa sendiri dipercaya oleh banyak orang sebagai murid Sunan Bonang. Nama aslinya adalah Bie Nang Tie. Dia ini berasal dari CHAMPA masuk wilayah TONKIN yang dahulu masuk wilayah negara Kamboja sekarang masuk wilayah Vietnam. Bie Nang Tie ini putri seorang dhampo awang (semacam Laksamana) kapal-kapal niaga dari negri Champa, yang mendarat di Teluk Regol ( Bonang ).
Dari hubungan niaga antara pihak Laksamana Bie Nang Oen dengan Adipati Lasem waktu itu Pangeran (Pr) Badranala, akhirnya Bie Nang Tie di persunting sang adipati menjadi permaisuri dan kemudian namanya diubah menjadi Winarti Kumudawardhani.
Pada saat setelah Pr. Badranala meninggal dunia, dan digantikan oleh putranya yaitu Pr. Wirabadjra, Winarti Kumudawardhani menjadi bhikuni dan menetap di Banjar Melati (Kota Lasem bagian selatan). Pada saat usia 56 tahun sang bhikuni meninggal dunia abunya dikubur (dimakamkan) di puncak Gunung Bonang dan diberi batu nisan layaknya orang Islam (oleh Sunan Bonang). Oleh para keturunannya maka itu disebut makam Putri Cempo.
(sumber : rembang.dosen.unimus.ac.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelenteng Tjoe Hwie Kiong

Pendataan Kelenteng Tjoe Hwie Kiong di jl. Pelabuhan No.1, Tasikagung, Rembang, Jawa Tengah. Sesudah pecahnya pemberontakan Tionghoa dan diperoleh kenyataan adanya persatuan antara orang-orang pribumi dan Tionghoa, maka hal ini dianggap membahayakan kejayaan Kompeni. Selanjutnya Kompeni melakukan pemecah belahan antar dua kekuatan kelompok ini. Bahkan Kompeni mengeluarkan perintah  memindahkan pemukiman orang-orang Tionghoa di Dresi dan Jangkungan menuju ke sebelah timur atau masuk ke dalam kota Rembang yang sekarang ini. Dengan dipindahkannya pemukiman orang-orang Tionghoa tersebut, maka kelenteng “Dewi Samudra Makco Poo Thian Siang Sing Bo Nio-Nio” yang semula berada di desa Jangkungan masuk ke kota Rembang, pertama kali menempati lokasi di jalan K.S. Tubun No. 3 sekarang ini. Di tempat itu hingga sekarang masih terdapat batu peringatan pemugaran kelenteng tersebut. Tidak diperoleh data pasti sejak kapan dan berapa lama Klenteng Dewi Samudra berada di lokasi ini. Da...

Sejarah Kabupaten Rembang

Sejarah Kabupaten Rembang (dikutip dari : Buku “Menggali Warisan Sejarah Kabupaten Rembang” ) …. Wasara nalika taun Syaka : 1336, ana wong Cempa Banjarmlati watara wolung brayat sing padha pinter nggawe gula-tebu nalika ning negarane …. Wong-wong mau padha pindhah misah  nedya ngudi nggawe gula tebu abang sing ora kepokil-kemisil kuwi, mangkate liwat segara ngener mengulon nuli ndarat ring ring sungapane kali kang gisike serta kanan kirine nuli thukul nggenggeng lebeng wit Bongaow  ( Ind : Bakau = Jaw : Bengkat ). Nggone pindah kuwi disesepuhi dening Kakek Pow Ie Din; Sawise ndharat si Kakek nuli nganakake mantram lan semadi, banjur wiwit nebang wit bongaow mau kang banjur diterusake dening wong2 liyane. Bumi bubakan kuwi banjur digawe pategalan lan pekarangan serta teba, ing sabanjure teba kuwi dijenengake, teba :  KABONGAN ; njupuk tembung saka arane wit Bongaow, dadi Ka-Bonga-an ( Kabongan). …. Nuju sawijining dina wayah pajar gagat ra...

Wayang Bengkong

Wayang Bengkong termasuk salah satu dari jenis wayang menurut asal daerah.Wayang ini berasal dari daerah pegunungan di Kabupaten Rembang tepatnya di Dukuh Ngeblek Desa Kajar Kecamatan Lasem.Kesenian wayang dalam masyarakat selain sebagai wujud tradisi kebudayaan juga dijadikan sebagai sarana hiburan.Pertunjukan kesenian wayang dapat dinikmati dan diakses oleh semua lapisan masyarakat, dalam masyarakat kesenian wayang dianggap mempunyai kedudukan penting.Cerita-cerita wayang dapat mengajarkan manusia untuk hidup selaras, harmonis dan bahagia. Dalam wayang ditampilkan contoh-contoh perilaku baik dan jahat, namun pada akhirnya perilaku jahat akan kalah oleh kebaikan. Pada hakikatnya pementasan wayang mengandung nilai-nilai dan filosofi yang tersembunyi.Pementasan wayang dijadikan masyarakat sebagai tontonan serta tuntutan, termasuk juga kesenianWayangBengkong. Wayang Bengkong merupakan wayang keluarga ditemukan dalam kurun waktu yang sangat lama sekitar tahun 1925-an oleh canggah dari ke...